Selasa, 05 Juli 2011

Ayo Belajar Ke Sawah Lunto

”Tak usah malu belajar ke Sawahlunto” tutur Irwan Prayitno saat Gubernur Sumatera Barat ini berkunjung ke peternakan sapi PT. Lembu Betina Subur (LBS) milik Pemerintah Kota Sawahlunto yang berlokasi di Kawasan Kandih ( 24/6).

Dalam kunjungan kerja pertamanya ke Sawahlunto, tampak Irwan Prayitno mengaggumi peternakan sapi terbesar di Sawahlunto ini sampai-sampai ia menyarankan Edwardi Kepala Dinas Peternakan Sumbar untuk mencontoh kinerja peternakan PT LBS. ”Peternakan ini sangat bagus untuk magang ataupun studi banding bidang peternakan, sapi-sapi yang ada di disini terlihat gemuk-gemuk” ujar Irwan yang juga dijadwalkan mengunjungi perkebunan karet rakyat Bukit Tayeh Talawi dan kelompok ternak Mutiara Kumbayau.

Sementara Alfi Syukri Direktur PT LBS yang juga mantan wakil rakyat ini mengungkapkan bahwa peternakan ini selain menjadi pusat pengembangan peternakan sapi, memang telah menjadi tempat studi lapangan Fakultas peternakan baik dari UNAND dan universitas lainnya. ”Bahkan dinas peternakan beberapa daerah luar Sumbar juga sering studi banding ke tempat ini” ujar Alfi.

Dan pihaknya saat ini sedang kewalahan melayani permintaan bibit sapi dari berbagai daerah. Seperti permintaan dari Pasaman Barat yang memesan 30 ekor sapi dara (bunting). Bahkan pesanan bibit juga datang dari provinsi tetangga. LBS saat ini memiliki 326 ekor sapi betina , termasuk 149 ekor sapi simental siap jual sedangkan manajemen LBS sendiri mempekerjakan 10 orang karyawan dan 2 orang tenaga teknis peternakan.

Potensi Batu Mulia Martapura

Martapura adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia. Martapura adalah ibukota kabupaten Banjar yang terdiri atas kecamatan Martapura, Martapura Barat dan Martapura Timur.
Kota ini terkenal sebagai kota santri di Kalimantan, karena terdapat pesantren Darussalam. Kota Martapura semula bernama Kayutangi yang merupakan ibukota Kesultanan Banjar (terakhir di masa pemerintahan Sultan Adam).


Julukan Kota Martapura sebagai kota Intan merupakan kebanggan tersediri bagi para masyarakat dan pemerintah daerah kaupaten Banjar.  Bercermin pada perjalanan sejarah perkembangan kota Martapura yang juga merupakan ibu kota kabupaten Banjar sangatlah beralasan.


Potensi batu mulia di kota Martapura ini dapat dibuktikan sejak  tahun 1950 sampai dengan sekarang banyak para pedagang intan tradisional melakukan kegiatan dagang dan transaksinya di kota ini. Batu mulia, seperti intan dan permata adalah ciri khas Martapura.


Oleh sebab itu kota ini sering dikunjungi wisatawan karena merupakan pusat transaksi penjualan intan dan tempat penggosokan intan utama di Kalimantan, serta menyediakan banyak cenderamata batu mulia.

Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura

Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton.

Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelar H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001.

Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah taklukan di negara bagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai (atau disebut pula: Kerajaan Kutai Martadipura atau Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.

Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan Tuan Tunggang Parangan diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan Raja diganti dengan sebutan Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. 

Sejarah Pulau Madura

Bangkalan dulunya lebih dikenal dengan sebutan Madura barat. Penyebutan ini, mungkin lebih ditekankan pada alasan geografis. Soalnya, Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura. Dan, sejak dulu, Pulau Madura memang sudah terbagi-bagi. Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri-sendiri. Berikut laporan wartawan Radar Madura di Bangkalan, Risang Bima Wijaya secara bersambung.

Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah Sampang. Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel. Dan, Lembu Peteng-lah yang dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat.

Namun dalam perkembangan sejarahnya, ternyata diketahui bahwa sebelum Islam, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, yang merupakan yang berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944 : 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad 16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit.

Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan – temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda. Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M.

Lompat Batu Nias

Melompat batu ‘fahombo batu‘ telah menjadi salah satu ciri khas masyarakat Nias. Banyak orang luar yang mengingat atau membayangkan Nias dengan lompat batu, sehingga ada juga yang mengira bahwa semua orang Nias mampu melompat batu yang disusun hingga mencapai ketinggian 2 m dengan ketebalan 40 cm.
Lompat batu merupakan tradisi masyarakat Nias Selatan, khususnya Teluk dalam. Tradisi ini tidak biasa dilakukan oleh masyarakat Nias di wilayah lain, dan hanya kaum laki-laki yang melakukannya. Hal ini juga telah menjadi indikasi perbedaan budaya nenek moyang atau lelehur masyarakat Nias. Yang harus diketahui lagi, tidak pernah ada perempuan Nias yang melompat batu.

Pada mulanya melompat batu, tidaklah seperti yang kita saksikan sekarang. Baik fungsi maupun cara penguasaannya. Dahulu melompat merupakan kombinasi olah raga dan permainan rakyat yang gratis, bukan tradisi komersial.

Uji kekuatan dan ketangkasan
Melompat batu bukan sekedar konsumsi atau atrakasi pariwisata seperti kita lihat sekarang ini. Melompat batu merupakan sarana dan proses untuk menujukkan kekuatan dan ketangkasan para pemuda, sehingga memiliki jiwa heroik yang prestisius.

Jika seorang putra dari satu keluarga sudah dapat melewati batu yang telah disusun berdempet itu dengan cara melompatinya, hal ini merupakan satu kebanggaan bagi orangtua dan kerabat lainnya bahkan seluruh masyarakat desa pada umumnya. Itulah sebabnya setelah anak laki-laki mereka sanggup melewati, maka diadakan acara syukuransederhana dengan menyembelih ayam atau hewan lainnya. Bahkan ada juga bangsawan yang menjamu para pemuda desanya karena dapat melompat batu dengan sempurna untuk pertama kalinya. Para pemuda ini kelak akan menjadi pemuda pembela kampungnya ‘samu’i mbanua atau la’imba horö,’ jika ada konflik dengan warga desa lain.

Kedewasaan dan Kematangan Fisik
Melihat kemampuan seorang pemuda yang dapat melompat batu dengan sempurna, maka ia dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya: menikah, membela kampungnya atau ikut menyerbu desa musuh dsb. Salah satu cara untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki adalah dengan melihat kemampuan motorik di atas batu susun setinggi ! 2 meter.

Peselancar Bali Juara di Mentawai

Peselancar Bali Agus Frimanto keluar sebagai juara I pada Mentawai Surf Competition 2011 di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, dari tanggal 21-24 Juni 2011.
   
Agus mendapatkan uang tunai sebesar Rp 15 juta serta 3.000 nilai poin peringkat dari Coca-Cola ISC Championship Point. "Saya senang bisa menang di sini hari ini dan terutama senang berada di final dengan saudara Lembongan saya," kata Frimanto di Mentawai, Jumat.
   
Agus Firmanto putra Lembongan Bali berhasil menjuarai event selancar tingkat nasional yang untuk kali pertama digelar di Mentawai itu setelah pada final menyingkirkan rivalnya, juga dari Bali, Putra Hermawan, yang pada 2010 menjuarai Coca-Cola ISC Tour Open 2010.
   
Sebelum mencapai babak final, Agus juga mengalahkan surfer Jawa Barat, Dede Suryana, pada putaran 4 babak semifinal dengan perolehan 9 poin gelombang di dua menit terakhir.
   
Penyelenggaraan kompetisi surfing tahunan yang digelar Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) itu merupakan event kedua dari kegiatan serupa yang pernah digelar pada 2010, tetapi pada tahun ini pihak Disbudparpora menggandeng International Pro Surfing Tour (ISC) sebagai pelaksana teknis dalam kegiatan.
   
Penutupan kompetisi di kawasan Pantai Katiet, Desa Bosua Sipora Selatan, Mentawai, pada hari Jumat diisi dengan kegiatan bersih lingkungan pantai yang dipimpin langsung Tipi Jabrik dari Tim Coca-Cola ISC.
   
Tipi Jabrik yang juga kakak kandung artis Luna Maya itu secara simpatik mengajak penduduk setempat untuk bersama membersihkan pantai di kawasan Pantai Katiet, dan juga memberikan suvenir berupa stiker dan t-shirt produk Coca-Cola ISC.
"Kompetisi ini digelar tidak hanya untuk pengembangan olahraga surfing, tetapi yang lebih penting menimbulkan kesadaran terhadap lingkungan, salah satunya tentu dengan menjaga pantai agar tetap bersih," ujarnya.
   
Kepala  Disbudparpora Mentawai Desti Seminora menyatakan terima kasih kepada pihak ISC yang telah menyelesaikan tugasnya selaku penyelenggara teknis kompetisi secara baik, dan dia menjanjikan akan menggelar ivent serupa pada tahun depan di Siberut.
   
"Saya puas dan senang melihat kesuksesan pihak ISC sebagai EO (penyelenggara acara) kita dalam kompetisi surfing tahun ini, bahkan ISC pada penutupan ini juga mengajak masyarakat untuk bersama membersihkan pantai. Mudah-mudahan kita akan gelar lagi ivent ini secara lebih profesional di Siberut tahun depan," kata Desti.
   
Kompetisi surfing yang sepenuhnya menggunakan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Mentawai sebesar Rp 688 juta lebih itu diikuti 60 atlet surfing. Terdiri 29 atlet yang mendaftar via ISC, 21 atlet dari Bali, 15 atlet dari Jawa Barat, 12 atlet dari Padang, 4 atlet finalis kompetisi surfing tahun 2010, dan 7 atlet dari Mentawai untuk kelas open.
   
Panitia menyediakan hadiah uang tunai masing-masing sebesar Rp 15 juta untuk juara I, Rp12,5 juta untuk juara II, dan juara III mendapat uang tunai sebesar Rp 10 juta.
   
Adapun juara harapan masing-masing mendapat Rp 7,5 juta untuk juara harapan I, Rp 5 juta untuk harapan II, dan juara harapan II mendapat Rp 2,5 juta. Acara penutupan secara resmi dan penyerahan hadiah akan dilakukan di Tuapejat oleh Wakil Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet Sabtu (25/6/2011).

Pesona Alam Pulau Randayan

Indonesia, negeri kita tercinta memang Negara kepulauan yang sangat indah. Banyak pulau yang memiliki keindahan luar biasa nan eksotis. Keindahan panorama dan pemandangan bawah lautnya membuat orang jatuh cinta ketika memandangnya. Salah satu kekayaan wisata bahari Indonesia terletak di Provinsi Kalimantan Barat, yaitu pulau Randayan. Pulau ini juga menjadii ikon pariwisata Provinsi Kalimantan Barat.

Pesona alamnya memang tidak ada bandingnya di Provinsi ini. Keindahan pantai, laut, dan segala isinya akan memanjakan setiap mata yang memandangnya. Pulau Randayan berada di sebelah utara daerah pesisir Provinsi Kalimantan Barat. Pulau Randayan merupakan pulau yang kecil. Untuk mengelilingnya saja anda hanya memerlukan waktu setengah jam dengan berjalan kaki.

Menuju pulau Randayan, Anda bisa bertolak dari Teluk Suak. Perjalanan dari Pontianak menuju Teluk Suak dapat ditempuh selama tiga jam dengan jarak sekitar 115 km. Teluk ini berada di 32 km dari Kota Singkawang. Dari Teluk Suak Anda dapat menggunakan speed boat dengan tarif pulang pergi 150 ribu rupiah. Alternatif lain, Anda dapat menggunakan perahu motor atau kapal khusus. Tetapi, Anda harus berangkat dari Pasir Panjang. Tarif kapal khusus adalah 100 ribu rupiah, sedangkan tarif perahu motor adalah 30 ribu rupiah.

Pulau Randayan memiliki hamparan pasir putih yang luas dan indah. Pohon-pohon nyiur melambai tertiup angin. Air laut Pulau Randayan yang jernih dan tidak terlalu dalam memungkinkan Anda untuk melihat dengan jelas terumbu karang dan ikan berwarna-warni yang berada di dalamnya.

Keindahan alam Pulau Randayan dapat Anda nikmati dengan menyelam atau snorkeling. Untuk melakukan snorkeling, Anda tidak memerlukan peralatan yang lengkap. Cukup dengan kacamata renang, anda sudah bisa menikmati berbagai biota bawah laut yang begitu mempesona. 

Indonesia Bakal Miliki Bandar Antariksa di Enggano

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mulai melakukan beberapa survei terkait rencana pembangunan bandar antariksa di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu. "Dalam waktu dekat tim akan survei di Pulau Enggano,ini merupakan tindaklanjut dari penandatanganan MoU yang dilakukan Pmprov Bengkulu dengan LAPAN 2010," terang Kepala Bapeda, Provinsi Bengkulu, Edi Waluyo, Kamis.

Survei tersebut meliputi kawasan konservasi, status hutan, kondisi geografis, dan sekaligus komunikasi awal antara LAPAN dan masyarakat Pulau Enggano.

Hasil survei itu merupakan kebutuhan untuk melengkapai pembuatan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Kelola Lingkungan (RKL), dan Upaya Kelola Lingkungan (UPL)
Survey penting dilakukan karena LAPAN akan mencari penyesuaian tata ruang, dan seminimal mungkin tidak mengganggu ekosistem Enggano yang diketahui rapuh.

Selanjutnya, Edi Waluyo menambahkan dalam MoU belum dikatakan sharing apa yang akan dilakukan antara LAPAN dan Pemerintah Provinsi Bengkulu, namun Bengkulu telah mengalokasikan beberapa hektar lahan untuk keperluan pembangunan bandar antariksa itu.

Edi menekankan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ini akan diutamakan, sosialisasi akan terus dilakukan semuanya kembali kepada masyarakat Enggano, jika mereka sepakat daerahnya akan dibangun bandar antariksa maka program akan berlanjut begitu pula sebaliknya.

Suku Bajo yang Memegang Tradisi

Wakatobi di Sulawesi Tenggara, tak hanya dikenal dengan keindahan alam bawah lautnya. Di kawasan ini kita juga bisa melihat kehidupan Suku Bajo. Wakatobi sendiri adalah nama baru menggantikan nama Kepulauan Tukang Besi. Dan Wakatobi adalah singkatan dari nama-nama pulau besar di kepulauan itu, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomea, dan Binongko. Wakatobi adalah kabupaten yang lebih dari 80 persen wilayahnya adalah kawasan Taman Nasional Laut Wakatobi. Jadi, tidak heran kalau kondisi alam di wilayah ini masih terjaga baik dan memesona.

Nah, Wakatobi adalah salah satu kepulauan yang digunakan sebagai tempat menetap Suku Bajo. Suku Bajo adalah suku laut yang hidupnya berada di atas perairan. Suku Laut ini tersebar di sejumlah wilayah Nusantara, termasuk di Johor dan Nusa Tenggara Timur. Belakangan, suku laut ini menetap di sejumlah tempat, membangun komunitas sendiri.

Selain itu, perkampungan masyarakat Bajo juga memiliki keunikan menjadikan perahu atau sampan sebagai alat transportasi utama. Tak hanya itu, sampan juga berfungsi sebagai sarana jual-beli sehari-hari. Padahal, alat transportasi lain seperti mobil dan sepeda motor sudah masuk di wilayah ini. "Namun, sampan tetap menjadi tradisi yang tak bisa lepas dari kehidupan Suku Bajo,".

Kampung Apung Siap Dikeringkan

Pemerintah Kota Jakarta Barat berencana akan membangun rumah pompa seharga Rp 14 miliar di Kampung Apung, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat dalam tahun ini. Pembangunan itu bertujuan untuk mengeringkan kampung yang selama ini dikenal selalu digenangi air.

Proyek pembangunan rumah apung di Kampung Apung itu, kata Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Kota Jakarta Barat, Heriyanto, akan dianggarkan dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Pemkot Jakbar tahun 2011 yang direncanakan akan turun pertengahan tahun ini.

"Target kami dalam tahun ini pembangunan rumah pompa itu selesai," kata Heriyanto, Rabu (25/5/2011).
Pengeringan Kampung Apung, kata Heri, selama ini terkendala lokasi pompa yang jauh dari kampung sehingga tidak berdampak maksimal. "Sebenarnya pompa sudah ada, tapi berjarak satu kilometer dari Kampung Apung, jadi tidak maksimal," katanya.

Lokasi pompa baru nantinya akan dibangun tepat di pinggir Kali Angke. Selain itu, kata Heri, pihak suku dinas juga akan membuat saluran air baru di sepanjang Jalan Kapuk, selebar dua meter dengan dalam tiga meter. "Panjangnya saluran air itu nantinya dua kilometer," kata Heri.

Berdasarkan catatan Suku Dinas PU Tata Air Jakbar, sampai tahun ini Jakarta Barat baru memiliki 36 rumah pompa. Pada 2012 pihaknya akan menambah sekitar 10 hingga 20 pompa baru sehingga potensi banjir besar dalam siklus lima tahunan bisa diminimalisir. "Kami menganggarkan Rp 4-5 miliar per pompa," pungkas Heri. 


Panduan Singkat Bertualang ke Pulau Sumba

Berikut panduan singkat untuk bertualang di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pulau Sumba dapat dicapai melalui udara lewat dua bandaranya. Bandar udara Tambolaka di Sumba Barat dan Bandar Udara Umbu Mehang Kunda di Sumba Timur.

Penerbangan dilayani setiap hari oleh Merpati, Batavia dan Transnusa. Dari Jakarta pesawat akan transit di Denpasar, Bali sebelum melanjutkan perjalanan ke pulau ini. Penerbangan oleh Merpati bertujuan akhir ke Kupang, dengan jalur Denpasar-Tambolaka-Waingapu-Kupang dan sebaliknya. Perjalanan udara dari Tambolaka ke Waingapu memakan waktu kurang dari 10 menit, saat yang tepat untuk mengamati Sumba dari udara.

Pulau ini juga bisa dicapai melalui laut dari pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Transportasi

Jangan lupa membawa peta pulau maupun peta kota untuk memperkirakan jarak dan lokasi. Peta dapat diunduh dari beberapa situs panduan perjalanan.

Kondisi jalan utama yang menghubungkan kota-kota utama di Sumba sudah relatif baik. Jalan-jalan yang lebih kecil masih banyak mengalami kerusakan, berlubang dan berlumpur saat hujan. Ada beberapa jembatan yang masih dalam perbaikan sehingga pengendara kendaraan bermotor harus menyeberangi sungai.