Senin, 27 Juni 2011

Pernikahan Adat Gorontalo

Gorontalo merupakan salah satu provinsi di wilayah Republik Indonesia yang memanjang dari Timur ke Barat dl Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi kemudian di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, serta Teluk Tomini di sebelah Selatan. Penduduk Gorontalo hampir seluruhnya memeluk agama Islam. Adat istiadatnya sangat dipengaruhi ajaran dan kaidah Islam. Oleh karenanya masyarakat Gorontalo memegang teguh semboyan adat yaitu, ‘Adati hula hula Sareati – Sareati hula hula to Kitabullah’ yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah.

Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo yang turut mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan ajaran yang Bersendikan Islam. Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah.

Upacara resepsi pernikahan adat Banjar :

Mari kita lihat seberapa menariknya upacara pernikahan adat Banjar..

Urutan proses upacara resepsi pernikahan adat Banjar :

1. Basasuluh
Ini adalah proses pencarian informasi mengenai latar belakang keluarga, biasanya dilakukan oleh keluarga pihak lelaki. Setelah proses basasuluh biasanya dilanjutkan dengan proses ‘batatakunan’ yang lebih terbuka antar keluarga mengenai perihal kesanggupan ekonomi dll.

2. Badatang
Proses ini disebut juga meminang mempelai wanita secara resmi. Biasanya dalam proses ini terjadi perbincangan dalam bahasa banjar dan juga disertai pantun-pantun banjar. Apabila pinangan diterima maka perbincangan akan dilanjutkan dengan membicarakan ‘jujuran’ (mas kawin), hari mengantarkan mas kawin serta hari pernikahan.

3. Baantaran
Dalam bahasa Indonesia baantaran disebut juga bertunangan. Prosesi ini calon mempelai pria memberikan jujuran yang berupa seperangkat alat sholat, perhiasan, perlengkapan make up, perlengkapan kamar tidur, dan sejumlah uang. Biasanya ibu-ibu yang hadir dalam prosesi ini.
Kesempatan ini diguanakan untuk mengumumkan kepada masyarakat mengenai perihal hubungan kedua mempelai yang bertunangan.

Potensi Budaya Liwa

Di samping memiliki potensi alamiah seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pariwisata, dan pertambangan, Liwa juga menyimpan sejarah budaya.

Tidak terlalu jelas kapan Liwa berkembang menjadi perkampungan. Tapi yang jelas, Liwa telah berpenghuni dan boleh dikatakan daerah perkampungan asli Lampung yang cukup tua umurnyaa. Beberapa daerah sepeti Kotaagung, Pekontebu, Talangparis, Liba (kependekan dari Liwa Baru), Waya, Negarabatin, dan sebagainya dapat ditelusuri sebagai nama daerah yang penduduknya berasal dari Liwa.

Jika ditanyakan tentang asal-usul mereka (penduduk etnik Lampung di daerah tersebut), banyak di antara mereka yang menjawab, "Sebenarnya kami berasal dari Liwa. Tuyuk (buyut atau nenek moyang) kami dari sana."

Mereka yang merantau itu biasanya masih tetap membawa tradisi dan budaya dari tempat asal mereka. Mereka berusaha tetap mempertahankan kebiasaan leluhur mereka. Akan tetapi yang mengherankan, justru di Liwa sendiri tradisi dan budaya malah tergerus zaman. Mungkin karena letaknya yang strategis membuat daerah ini terlalu banyak menerima pengaruh dari luar. Sayangnya pengaruh itu tidak terlalu mengakar di daerah ini.

Bungo Sirieh merupakan lambang kebesaran Adat

Bungo Sirieh merupakan lambang kebesaran Adat. Biasanya Bungo Sirieh ini dikeluarkan saat adanya acara Batagak Panghulu atau Penobatan Datuk Baru. Setiap kaum yang berada dibawah payung satu Datuk Andeko, Bundo Kanduang nya (biasanya memakai Baju Kurung Hitam)  akan menjunjung sebuah Bungo Sirieh ini sebagai lambang kebesaran kaum tersebut. Semangkin banyak Bungo Sirieh yang tampil saat acara Batagak Panghulu tersebut maka semangkin tinggi martabat atau harkat Panghulu atau  Datuk yang baru dilantik tersebut.

Kasau Dinobatkan Sebagai Panglima Perang Adat Sumba Barat Daya NTT

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), Marsekal TNI Imam Sufaat, dinobatkan sebagai Panglima Perang Adat masyarakat Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur di VIP Room Bandara Tambolaka. Penobatan Kasau sebagai panglima perang yang sekaligus sebagai tetua masyarakat Sumba Barat Daya dilakukan oleh ketua adat masyarakat setempat. Sebagai panglima perang Kasau mendapat gelar Rato Lere dimana secara filosofis Rato berarti raja dan Lere berarti terbang sehingga bagi masyarakat Sumba Rato Lere mengandung makna raja masyarakat Sumba Barat Daya yang bisa terbang. 

Penobatan Rato Lere dilaksanakan sebagai wujud penghormatan dan kebanggaan masyarakat Sumba Barat Daya terhadap Kasau yang melaksanakan kunjungan kerja di daerah yang masih berada didalam wilayah tanggung jawab Lanud El Tari. Kasau beserta ibu dan rombongan mendarat di Tambolaka dengan menggunakan pesawat A-1341 disambut oleh Komandan Lanud El Tari Letkol Pnb Joko Sugeng Sriyanto beserta Ny. Dian Joko Sugeng, Bupati Sumba Barat Daya dr. Cornelius Kodi  beserta  istri, Wakil Bupati, Ketua DPRD beserta istri, para muspida, unsur SKPD, dan tokoh agama serta tokoh masyarakat setempat.

http://sumbaisland.com/kasau-dinobatkan-sebagai-panglima-perang-adat-sumba-barat-daya-ntt/

Kekerabatan Budaya Di Perbatasan Indonesia dan Malaysia

Hubungan keluarga itu diikat dalam berbagai bentuk, di antaranya perkawinan antara warga yang berbeda status kewarganegaraan dan hubungan lapangan pekerjaan. Hubungan antara warga perbatasan Entikong dengan warga perbatasan Malaysia sangat baik, karena tidak saja terkait persoalan ekonomi, dalam hal mencari lapangan pekerjaan ke negri jiran, tetapi juga karena pertalian persaudaraan yang masih ada. Adat dan istiadat sama, demikian juga dengan bahasa. “Bahkan tak sedikit diikat dengan pertalian perkawinan”.

Keluar masuknya orang dan barang melalui “jalan tikus” atau setapak di kawasan perbatasan, bukan hal yang baru. Maksudnya, masalah itu tidak perlu dipersoalkan oleh pemerintah. Tetapi tinggal bagaimana pemerintah membina warga di kawasan perbatasan agar tidak luntur rasa nasionalismenya. Walaupun semua warga tahu, jika berbicara soal rasa nasionalisme maka tidak perlu diragukan bagaimana tingginya rasa nasionalisme warga perbatasan, misalnya saat pengalaman menumpas gerakan PGRS/Paraku di perbatasan.

Tetapi rasa nasionalisme itu bisa saja luntur, jika mereka secara terus menerus dan bertahun-tahun, tidak mendapat perhatian pemerintah RIi.

Keistimewaan Rambu Solo

Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) sdengan acara Sapu Randanan, dan Tombi SaratuWilayah Barat dipimpin oleh To Ma’dika(orang yang dianggap berdarah putih). Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah “lapangan khusus”. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‘tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‘roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‘popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‘palao).

Selain itu, juga terdapat berbagai atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya: adu kerbau (mappasilaga tedong), kerbau-kerbau yang akan dikorbankan diadu terlebih dahulu sebelum disembelih; dan adu kaki (sisemba). Dalam upacara tersebut juga dipentaskan beberapa musik, seperti pa‘pompan, pa‘dali-dali dan unnosong; serta beberapa tarian, seperti pa‘badong, pa‘dondi, pa‘randing, pa‘katia, pa‘papanggan, passailo dan pa‘pasilaga tedong.

Asal Mula Nama Bolaang Mongondow


Bolang Mongondow terdiri dari kata "bolaang" dan "mongondow". Bolaang atau golaang berarti : menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap karena terlindung oleh pepohonan yang rimbun. Dalam hutan rimba, daun pohon rimbun, sehingga agak gelap. Bila ada bagian yang pohonnya agak renggang, sehingga seberkas sinar matahari dapat menembus kegelapan hutan, itulah yang dimaksud dengan no bolaang atau no golaang. Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara Bolaang Mongondow yang pada abad 17 sampa akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja. Bolaang dapat pula berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut (ingat : Bolaang Uki dan Bolaang Itang yang juga terletak di tepi laut). 

Mongondow dari kata "momondow" yang berarti : berseru tanda kemenangan. Desa mongondow terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Daerah pedalaman biasa juga disebut : rata Mongondow. Dengan bersatunya seluruh kelompok masyarakat yang tersebar, baik yang yang berdiam di pesisir pantai, maupun yang berada di pedalaman Mongondow di bawah pemerintahan raja tadohe (Sadohe), maka daerah ini menjadi daerah Bolaang Mongondow.

http://www.scribd.com/doc/12765584/Mengenal-Bolaang-Mongondow

Sistem Kepercayaan Orang Badui

Dasar religi orang Baduy ialah penghoramatan ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu disebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh agar supaya orang hidup menurut alur itu dalam menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia ramai (orang Baduy dari hirarki tua dan dunia ramai keturunan yang lebih muda). Mereka bertugas menyejahterakan dunia melalui tapa (perbuatan, bekerja) dan pikukuh apabila Kanekes sebagai inti jagat selalu terbelihara baik, maka seluruh kehidupan akan aman sejahtera. 

Gangguan terhadap inti bumi ini berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia. Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy tanpa perubahan apa pun, seperti dikemukakan oleh peribahasa “lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung). Konsep-konsep itu tidak berada dalam diri orang Baduy sendiri yang kekuatannya tergantung dari tindakan atau perbuatan seseorang. Konsep pikukuh merupakan pengejawantahan dari adat dan keagamaan yang ditentukan oleh intensitas konsep mengenai karya dan keagamaan. Dengan melaksanakan semuanya itu orang akan dilindungi oleh kuasa tertinggi, Batara Tunggal, melalui para guriang yang dikirim oleh karuhun dan Batara Tunggal karena orang tidak patuh kepada pikukuh, hakikat agama Sunda Wiwitan.

Budaya Bangli di Bali dan Penghormatan pada Wanita

BANGLI, satu-satunya dari sembilan kabupaten/kota di Pulau Bali yang tak memiliki kemolekan pantai laksana Kuta. Meski begitu, rugi rasanya jika berwisata ke Bali tanpa singgah di kabupaten ini. Panorama dan budaya unik seperti Desa Adat Penglipuran adalah daya tarik tersendiri. Lokasinya pun mudah, tak jauh dari kesejukan Kintamani dan Istana Tampaksiring serta Tirta Empul (Kabupaten Gianyar). Desa ini terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar. 

Begitu memasuki areal desa tersebut, mata sudah pasti akan bertemu arsitektur rumah yang hampir semuanya mirip. Kemiripan bangunan rumah itu antara lain bentuk gerbang yang sama dengan sedikit atap dari bambu, pintu pun hanya selebar orang dewasa berkacak pinggang dengan tinggi sekitar dua setengah meter yang biasa disebut angkul-angkul, dan cat rumah menggunakan dari tanah, bukan cat tembok. Itu keunikan awal perjumpaan. Kesamaan lainnya juga terdapat pada pembagian bangunan di dalam rumah, seperti bale, kamar, dan dapur. Hampir semuanya juga menggunakan bahan baku bambu.