Minggu, 26 Juni 2011

Hibriditas” Budaya Cirebon Sebuah Identitas

Pernyataan kedua orang putra Cirebon yang terbilang cukup kontroversial itu mengemuka dalam sebuah forum resmi, yakni pada saat keduanya didaulat menjadi nara sumber (pembicara) dalam seminar sehari kebudayaan Cirebon. Perhelatannya itu sendiri digelar oleh Pusat Studi Kebudayaan UGM (28/1/03) di Wisma Kagama Yogyakarta. Pernyataan-pernyataan dua dari lima orang pembicara yang notabene pelaku budayanya itu sendiri cenderung spekulatif. "Alih-alih mengidentifikasi Cirebon sebagai topik pembicaraan utama, sebaliknya malah keduanya mengumumkan ketidakjelasan sosok Cirebon!", tulis diding Adut Karyadi, sengit (Mitra Dialog, 1/2/03).

Tentu saja hal itu tidak hanya menimbulkan berbagai pertanyaan bernada heran, tetapi sekaligus memicu perdebatan panjang, khususnya bagi peserta dari Cirebon -- sebanyak satu bus -- yang sengaja didatangkan oleh pihak panitia. Persoalannya adalah benarkah Cirebon tidak memiliki kepribadian yang jelas? Namun, lepas dari semua persoalan di atas, tulisan ini tidak bermaksud mengadili Nurdin dan Alwy, tetapi akan mencoba lebih jauh menelisik berbagai faktor dan indikator yang pada akhirnya diharapkan dapat mengungkap, paling tidak mendekati, apa dan siapa Cirebon yang sebenarnya? 
 

Budaya Lampung

Kalau kita bicara Provinsi Lampung, akan lebih mudah merumuskannya. Namun, kalau hendak membahas suku, bahasa, dan budaya Lampung, maka sungguh sulit. Buku Adat Istiadat Lampung yang disusun Prof Hilman Hadikusuma dkk (1983), akan terasa sangat minim untuk memahami Lampung secara kultural.
 
Sampai saat ini, relatif belum ada yang berhasil memberikan gambaran yang menyeluruh, sistematis, dan meyakinkan tentang kebudayaan Lampung. Kebudayaan Lampung miskin telaah, riset, dan studi. Yang paling banyak lebih berupa klaim atau sebaliknya, malah upaya untuk meniadakan atau setidaknya mengerdilkan kebudayaan Lampung.
  
Bahasa-budaya Lampung sesungguhnya tidak sama dan sebangun dengan Provinsi Lampung. Secara geografis, yang disebutkan sebagai wilayah penutur bahasa Lampung dan pendukung kebudayaan Lampung itu ada di empat provinsi, yaitu Lampung sendiri, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Banten. 

Batik Kayu Warisan Budaya Yogyakarta

Kerajinan adalah salah satu keunggulan daya tarik wisata yang mampu mendukung Yogyakarta sebagai kota pariwisata . Berbagai sumber potensi mengangkat citra kota yogyakarta , salah satunya adalah sentra kerajinan , dengan berbagai macam kerajinan yang ada di kota yogyakarta , maka pantaslah bahwa kota yogyakarta mendapat julukan sebagai kota kerajinan.

Berbagai barang kerajinan tumbuh dengan pesat di kota yogyakarta. Barang kerajinan yang mereka hasilkan ada yang di jual untuk wilayah domestik , maupun mancanegara. Di dukung dengan banyaknya sumber bahan baku dan keterampilan yang dimiliki , baik dari pengrajin bersekala besar maupun pengrajin dalam skala kecil , berusaha menawarkan produk terbaiknya pada konsumen , sehingga muncul persaingan antar mereka. Aneka macam kerajinan yang ada di kota yogyakarta semakin tumbuh dan berkembang sesuai dengan permintaan pasar . Seperti halnya kerajinan batik, yang sekarang ini dikembangkan bukan hanya pada media kain, melainkan pada media kayu.

Batam Kota Wisata Religi

Batam - Batam tak hanya memiliki pantai, laut dan pusat perbelanjaan dan makanan saja, tapi juga memiliki keberagaman etnis dan agama. Karena itu, banyak tempat ibadah di Batam, mulai dari masjid, gereja, vihara (kelenteng) hingga pura. Semuanya merefleksikan betapa penduduk Batam heterogen.
Maha Vihara Duta Maitreya di Seipanas, misalnya. Rumah ibadah penganut agama Budha ini, merupakan yang terbesar se-Asia Tenggara. Tak heran, setiap hari vihara tersebut selalu dikunjungi wisatawan asing, seperti turis asal Singapura dan Korea. Untuk memanjakan pengunjungnya dan sebagai aplikasi dari ajaran agama Budha, pengelola vihara selalu menyediakan puluhan menu vegetarian setiap harinya, sehingga sembari mengunjungi tempat tersebut, juga bisa menikmati lezatnya menu vegetarian.

Selain itu, di vihara ini, festival makanan vegetarian juga menjadi agenda tahunan. Di momen seperti ini, tak sedikit wisman datang berkunjung. Suasana Vihara ini terasa tentram dan terhindar dari hiruk pikuk keramaian, karena lokasi vihara tidak berada di jalan raya besar.

http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/06/batam-kota-wisata-religi.html

Jambi layak dinobatkan sebagai kota sejuta ruko

Tengoklah kesana, semua sudut kota, sejak dari jalan utama hingga masuk kedalam jalan kecil, tampak ruko berdiri. Bentuknya aneka rupa, tidak teratur dan asal-asalan saja.  Anehnya, jika sampai di hotel, jangan harap ada brosur wisata belanja. Pertumbuhan ruko tidak ada kaitannya sama sekali dengan wisata belanja jika kita bandingkan dengan Orchad Road di Singapura. Paling banter, bagi yang gemar belanja, khusunya para ibu ibu tersedia keramik didekat pasar tua Angsoduo. Berbagai jenis keramik asal Batam dipasarkan disini. Lainnya tidak ada.


Betul, memang tidak ada obyek wisata andalan Jambi. Wisata urban yang layak dijagokan disini memang tidak ada. Dahi saya sampai berkerut membuat rencana akhir pekan jalan-jalan santai ketempat wisata disini. Tidak ada brosur, tidak ada keterangan apapun. Payah betul Pemda setempat. Sampai satu waktu, seorang teman mengajak pergi ke situs candi tua, namanya �Candi Muaro Jambi�. Ayolah, kenapa tidak? Daripada akhir pekan ini cuma bengong dikamar, maka saya menyiapkan ransel dan bekal.

 http://www.navigasi.net/goart.php?a=bumurjam

Perjuangan integrasi Irian Barat ke pangkuan NKRI

Perjuangan integrasi Irian Barat ke pangkuan NKRI melibatkan organisasi dan para peranakan Tionghoa. Namun, tak semua sependapat tentang masalah gerakan pro-kemerdekaan.

Taman makam pahlawan Serui terletak di tengah kota. Dihiasi tugu bercat putih dengan lambang Garuda ¬Pancasila. Terbaring delapan jasad pahlawan yang berjasa dalam mengintegrasikan Irian Barat ke pangkuan NKRI: Silas Papare, Stefanus Rumbewas, Thung Tjing Ek, Dirk Ramandey, Salim Suneth, HW Antaribaba, Rafael Maselkosu dan George Henk Ayorbaba.

Serui memang menjadi pusat gerakan pro-Indonesia. Diawali dengan kabar kemerdekaan Indonesia pada 1945 di Jakarta, gerakan anti-Belanda pun menguat di Papua. Silas Papare, mantan pegawai Belanda yang memulai gerakan pemuda kemudian bertemu dengan Dr. Sam Ratulangie dan enam orang kawan seperjuang¬annya yang dibuang ke Serui pada pertengahan 1946. Gerak¬an pro-Indonesia memuncak saat terbentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian di akhir tahun 1946.

http://web.budaya-tionghoa.net/tokoh-a-diaspora/diaspora-mancanegara/312-dari-gerakan-bawah-tanah-sampai-zona-damai

Wisata Alam & Budaya Manado

Manado sudah dikenal lama dan populer diantara orang – orang Eropa dengan hasil buminya dan keindahan alam, Kata Manado berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti “di jauh”. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah Tahun 1658.

Kota Manado adalah Ibukota dari Sulawesi Utara, kadang orang seringkali menyebut Manado sebagai Menado, Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou Tumou Tou, sebuah filsafat hidup masyarakat Minahasa. yang berarti: "Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain" atau "Orang hidup untuk menghidupkan orang lain". Oleh karena itu Manado dikenal sebagai salah satu tempat Pariwisata terbaik di Indonesia, Manado yang secara geografis berada di tepi pantai, menguntungkan bagi kita wisatawan yang sedang berlibur ke Manado. Menikmati matahari terbenam sambil menikmati makanan merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Hampir semua mall dan tempat hiburan di Kota Manado viewnya menghadap ke Laut Celebes. Memang wisata laut sangat dominan dimanado ini, selain itu manado mempunyai banyak tempat wisata lainnya. Diantaranya Taman Laut Bunaken

Bunaken adalah sebuah pulau di Teluk Manado, yang terletak di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, Pulau Bunaken dapat di tempuh dengan kapal cepat (speed boat) atau kapal sewaan dengan perjalanan sekitar 30 menit dari pelabuhan kota Manado. Di sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bunaken.

Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 30 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selamdi antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut.

http://www.indonesiaindonesia.com/f/102544-wisata-alam-budaya-manado/

Cagar Alam Morowali

Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, cagar alam Morowali terletak di dua kecamatan, yaitu Kec. Petasia (Kolonodale) Dan Kec. Bungku Utara, Kabupaten Morowali. Cagar alam ini mempunyai nilai pelestarian yang tinggi sebab daerah ini merupakan salah satu daerah terluas yang masih ada dan merupakan daerah hutan hujan dataran rendah alluvial di Sulawesi.Keindahan alam Morowali dapat dinikmati terutama bagi wisatawan dan petualang yang menyenangi kegiatan jalan jauh, mendaki gunung dan panorama hutan hujan di Morowali, serta oleh para peneliti lingkungan maupun social budaya. Iklim dan Topograf. Topografi mulai dari datar sampai bergunung-gunung dengan puncak utama yang tinggi antara lain: G. Tokala (2.630 m), G. Tambusisi (2.422 m) dan G. Morowall (2.240 m). lklim dikawasan ini merupakan lklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 3.500 – 4.500 mm / tahun.

http://www.visitsulteng.com/index.php?option=com_content&view=article&id=167:cagar-alam-morowali&catid=66:taman-nasional-dan-cagar-alam&Itemid=96

Sampang Lestarikan Budaya Petik Laut

Bupati Sampang, Madura, Jawa Timur, Noer Tjahja, menyatakan Pemkab akan melestarikan budaya tradisional yang selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti "petik laut" atau yang dikenal dengan istilah "rokat tasek" agar tidak punah. "Untuk petik laut tahun depan terus kita agendakan. Selain untuk melestarikan budaya leluhur, juga agar pengunjung atau wisatawan dari luar Madura banyak yang datang ke Sampang," kata Bupati Noer Tjahja, saat membuka acara petik laut di Pantai Raden Segoro, Desa Nipa, Kecamatan Banyuates, Sampang, Minggu. Bupati yakin, dengan tetap melestarikan budaya tradisional sebagaimana petik laut, nantinya akan banyak menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke kota Bahahari tersebut baik wisatawan domestik maupun para wisatawan asing. Di Jawa, kata dia, sebenarnya ada juga tradisi petik laut, sebagaimana di Sampang tetapi nilai keunikan yang dimiliki dalam tradisi petik laut tersebut tidak sama dengan keunikan yang dimiliki masyarakat Sampang.

http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Liburan/sampang-lestarikan-budaya-petik-laut
 Mengatasi Kepunan

Mengatasi Kepunan Dalam Budaya Bangka Dalam perkembangan budaya di Bangka Belitung, dikenal istilah kepunan yang lazim di sebut juga kepon (bahasa bangka). Nah, untuk mengatasi kepunan yang berimplikasi datangnya balak / musibah tak terduga itu dalam adat istiadat Bangka ternyata ada cara untuk mengatasinya. Ritual budaya yang unik ini ternyata pernah dilakukan banyak masyarakat Bangka dahulu kala, tak terkecuali Didi juga.

Pada masa kecil dulu, kita selalu di wanti-wanti oleh orang tua untuk menghindari balak / musibah dengan malet (mencicipi makanan; terutama nasi & kopi) supaya tidak kepon. Dan tidak lupa juga diajarkan cara mudah bila tidak sempat melakukan malet itu. Bahkan terdapat beberapa kalimat yang selalu dijadikan semacam mantera.

Ritual itu terdiri dari beberapa kalimat melayu Bangka ditambah sedikit gerakan yang harus dilakukan oleh kita.Mantera / kalimat yang diucapkan :
PAN PIN PUN, JANGAN BALAK JANGAN KEPUN REJEKI DEKET DEKET, BALAK JAUH – JAUH . . .
Gerakan yang harus dilakukan adalah :
- Meludah ke kiri dan kanan, ke sebelah kanan dulu baru ke sebelah kiri kita.
- Menyentuh lidah dengan jari telunjuk (hingga terkena cairan di lidah), kemudian di jari telunjuk itu di sentuh pada siku tangan. Hal ini dilakukan pada kedua belah siku tangan kita.

Nah untuk ritual PAN PIN PUN ini, Didi dan kebanyakan anak – anak kecil dulu hampir selalu melakukannya saat akan pergi ke hutan, kebun, sungai dan tempat lain yang jauh dari rumah. Adakalanya kalimat PAN PIN PUN itu kita lakukan bersama teman dengan berbarengan.
Budaya semacam itu ternyata mulai punah dari kebiasaan masyarakat Bangka Belitung. Seperti halnya budaya besaoh dan lain – lainnya. Masih terngiang kalimat itu dengan jelas hingga kini, walaupun tidak lagi Didi lakukan.

Hehehe, kalau saja anda orang Bangka ataupun punya teman / saudara dari Bangka. Pernahkah melakukan hal yang sama ? Yakin dah pasti pernah juga melakukan ritual serupa. Banyak sekali budaya dan adat istiadat Bangka Belitung yang unik dan dilakukan masyarakat sejak dulu. Insya Allah secara bertahap akan Didi lanjutkan dengan literatur lainnya.